Lembuswana, penjaga Sungai Mahakam
"Bermahkota
bukannya raja. Berbelalai. Bergading lainnya gajah. Bersayap bukannya
burung. Bersisik lainnya ikan. Bertaji bukannya ayam. Binatang apakah
ini?"
Kuis tebak-tebakan yang tidak berhadiah ini tertulis di bawah kaki Patung berbentuk binatang aneh dan unik di depan Musium Mulawarman. Jawabannya memang sudah pasti "Lembuswana", spesies langka yang tidak termasuk dalam daftar Appendix I Cites ini dapat anda jumpai di 3 (tiga) lokasi utama Kota Tenggarong, di Pintu Gerbang memasuki kota Tenggarong, di depan Musium Mulawarman dan yang terbesar di Pulau Wisata Kumala. Yang terakhir akan menjadi tokoh utama kita kali ini, soale dapat undangan gratis keliling Pulau Kumala sih, pilihannya cuman satu aja, kalo pengen kisah lainnya boleh kok mengundang aku lagi.....hehehehehe
Wong ndeso ini pantas girang banget, soale baru nyadar kalo Rumah Makannya tidak saja bisa ngambang di atas air, tapi bisa mengelilingi Pulau Kumala, pantas saja ini kan Kapal Layar, layaknya sebuah kapal tentu ada mesinnya, setir, Anak Buah, Layar, dan yang paling penting semua yang tersebut tadi dapat imbukan kata "Kapal", sekedar untuk membedakan kebiasaan di darat sama di Sungai, termasuk juga ada organ ( itu lho, alat musik yang tutnya cuman ada 2 warna, hitam dan putih)...... hahahah dasar ndesit. Tentu saja dengan alat musik tersebut nyanyinya pake irama Country-an, terasa rada jadul dikit, penyanyinya pun lengkap dengan atribut koboi dengan kisaran usia 15-an (lima belas ngikut pemilu pak...), kita-kita yang masih kinyis cuman bisa ngikut goyang-goyang kaki aja, soale gak apal, bolehlah sekali-kali teriak hhheeeyyya......heeeyyyaaaa.......halah....koboi kok melaut seh pak......koboi yah angon wedus.
Sambil makan siang, kita ber-banyak orang ini dibawa mengelilingi Pulau Kumala, sambil menikmati nikmatnya ikan Patin bakar, Gulai Kambing dan Es Jeruk, sebagai penutup buah-buahan khas Kaltim tersedia berlebih, mulai Jeruk, pisang sampai duku semuanya pas dan lengkap, dan yang penting akhirnya tak tersisa, buat kucing sekalipun, tandas.
Mendekati tujuan, pintu gerbang Pulau Kumala, terlihat sosok monumen yang cukup besar dan megah dibuatnya, Patung Lumbuswana raksasa sebagai hasil karya pematung terkenal Nyoman Nuarta. Ini pertama kalinya aku melihat sosok symbol mitologi Kerajaan Kutai Kertanegara dari dekat, inikah binatang yang gaya hidupnya amphibi plus?, plus karena punya sisik, kebayang bisa hidup di air, punya kaki empat pasti mamalia, namanya lembu tapi kepalanya gajah, punya sayap berarti bisa terbang, imaginasiku membayangkan pada suatu pagi lepas bangun tidur, terlihat para lembuswana bertengger di ranting dan bercicit cuit menyongsong mentari.
Mencari sejarah sang Lembu ini rada kesulitan, malah ketemu beberapa blogger yang minta diinformasikan tentang history of lembuswana kalo ada yang tau. Mitologi Kutai lainnya yang ketemu malah tentang Naga Erau yang menjadi rujukan Festival Erau yang sudah menjadi kegiatan wisata rutin Kota Tenggarong.
Kalo Jakarta punya Dunia Fantasi, inilah andalan dari Provinsi Kaltim, Pulau Kumala, Dufan yang dibangun di daerah pesisir pantai, Pulau Kumala dibangun diatas pulau di tengah Sungai Mahakam atas prakarsa Bupati Syaukani (pak Kaning) Pulau seluas 76 ha itu dibangun dan diurug tak kurang dari sejuta setengah kubik pasir ditanam disana, hingga kini terlihat sebagai lokasi wisata modern bagi masyarakat.
Ada dua cara menuju Pulau Kumala ini, bisa dengan cara menyeberangi sungai Mahakam atau lebih menarik lagi melalui Sky Tower, dengan kendaraannya kereta gantung (cable car), diatas ketinggian 75 meter anda bisa melihat panorama kota dengan leluasa dari kaca kereta, Sky Tower sekaligus penghubung antara Tenggarong Seberang dengan Pulau Kumala.
Rumah Panjang, atau rumah komunal Suku Dayak biasa disebut dengan Lamin (Lou) di Kalteng dikenal dengan istilah Rumah Betang, Masyarakat Kutei umumnya mengenal sekaligus mempopulerkan nama rumah dayak dengan sebutan Lamin, sedangkan Orang Dayak Benuaq lebih senang dan bangga dengan sebutan Lou ketimbang Lamin. Tapi bukan hanya karena kisah seorang ibu-ibu muda yang mengundang tamu laki-laki paruh baya untuk bertandang ke rumahnya, Pak saya dan keluarga akan senang dan hormat jika bapak menyempatkan main ke Lamin saya malam ini......lho.... gawat, kalo sang bapak tamu tadi gak ngerti istilahnya, bisa salah tangkep maksud baiknya. hehehe, tapi yang jelas istilah Lou lebih berasal dari akar bahasa benuaq.
Iklim di Tenggarong termasuk cukup hangat bagi para pendatang, untuk beraktifitas ringan jalan kaki saja sudah cukup menguras keringat, tapi jangan kuatir mengelilingi pulau kumala sudah tersedia angkutan mobil gandeng yang selalu siap mengantar anda mengitari pulau ini, melihat-lihat fasilitas yang tersedia untuk wisata.
Nampaknya tidak ada kegiatan sosial di tempat ini, apa karena saya datangnya bukan pas hari libur, di tanah seluas 76 ha ini nampaknya cuman kami dan beberapa orang saja pengunjungnya, saya berharap ada agenda menarik dari sekedar menikmati panorama dan bangunan rupanya tidak terfasilitasi, seandainya lokasi wisata ini tidak hanya mengandalkan kekuatannya dari bangunan dan fasilitas saja, pasti akan lebih semarak lagi. Kalau konsep wisata andalannya hanya fisik, kecenderungannya mereka hanya perlu datang sekali saja, dan akan kembali lagi hanya karena m
engantar tamu atau teman yang bertandang.
Hampir tiga jam kita berkeliling dan melihat-lihat Pulau, rasa-rasa kerongkongan udah mulai kering, keringat juga udah membasahi badan, sudah waktunya untuk undur diri, angkat sauh, dan kapal kitapun berlayar menuju daratan Indonesia.... udah lama yah rasanya kita meninggalkan negara Indonesia Raya tercinta...... kalo saja setiap kesan yang dibawa pengunjung seperti itu, pasti tidak lama lagi dia akan bawa orang sekampungnya untuk datang ke Tenggarong dengan bangga, anda akan diisi dan diservis luar dalam, lahir batin dengan program wisatanyaa...begitu kira-kira isi promosinya.
tabek
conkie: pengen kenal lebih mendalam tentang tenggarong dan kutei kartanegara ing martadipura
Kuis tebak-tebakan yang tidak berhadiah ini tertulis di bawah kaki Patung berbentuk binatang aneh dan unik di depan Musium Mulawarman. Jawabannya memang sudah pasti "Lembuswana", spesies langka yang tidak termasuk dalam daftar Appendix I Cites ini dapat anda jumpai di 3 (tiga) lokasi utama Kota Tenggarong, di Pintu Gerbang memasuki kota Tenggarong, di depan Musium Mulawarman dan yang terbesar di Pulau Wisata Kumala. Yang terakhir akan menjadi tokoh utama kita kali ini, soale dapat undangan gratis keliling Pulau Kumala sih, pilihannya cuman satu aja, kalo pengen kisah lainnya boleh kok mengundang aku lagi.....hehehehehe
Makan Siang sambil Terapung
Wong ndeso ini pantas girang banget, soale baru nyadar kalo Rumah Makannya tidak saja bisa ngambang di atas air, tapi bisa mengelilingi Pulau Kumala, pantas saja ini kan Kapal Layar, layaknya sebuah kapal tentu ada mesinnya, setir, Anak Buah, Layar, dan yang paling penting semua yang tersebut tadi dapat imbukan kata "Kapal", sekedar untuk membedakan kebiasaan di darat sama di Sungai, termasuk juga ada organ ( itu lho, alat musik yang tutnya cuman ada 2 warna, hitam dan putih)...... hahahah dasar ndesit. Tentu saja dengan alat musik tersebut nyanyinya pake irama Country-an, terasa rada jadul dikit, penyanyinya pun lengkap dengan atribut koboi dengan kisaran usia 15-an (lima belas ngikut pemilu pak...), kita-kita yang masih kinyis cuman bisa ngikut goyang-goyang kaki aja, soale gak apal, bolehlah sekali-kali teriak hhheeeyyya......heeeyyyaaaa.......halah....koboi kok melaut seh pak......koboi yah angon wedus.
Sambil makan siang, kita ber-banyak orang ini dibawa mengelilingi Pulau Kumala, sambil menikmati nikmatnya ikan Patin bakar, Gulai Kambing dan Es Jeruk, sebagai penutup buah-buahan khas Kaltim tersedia berlebih, mulai Jeruk, pisang sampai duku semuanya pas dan lengkap, dan yang penting akhirnya tak tersisa, buat kucing sekalipun, tandas.
Mendekati tujuan, pintu gerbang Pulau Kumala, terlihat sosok monumen yang cukup besar dan megah dibuatnya, Patung Lumbuswana raksasa sebagai hasil karya pematung terkenal Nyoman Nuarta. Ini pertama kalinya aku melihat sosok symbol mitologi Kerajaan Kutai Kertanegara dari dekat, inikah binatang yang gaya hidupnya amphibi plus?, plus karena punya sisik, kebayang bisa hidup di air, punya kaki empat pasti mamalia, namanya lembu tapi kepalanya gajah, punya sayap berarti bisa terbang, imaginasiku membayangkan pada suatu pagi lepas bangun tidur, terlihat para lembuswana bertengger di ranting dan bercicit cuit menyongsong mentari.
Mencari sejarah sang Lembu ini rada kesulitan, malah ketemu beberapa blogger yang minta diinformasikan tentang history of lembuswana kalo ada yang tau. Mitologi Kutai lainnya yang ketemu malah tentang Naga Erau yang menjadi rujukan Festival Erau yang sudah menjadi kegiatan wisata rutin Kota Tenggarong.
Gerbang Pulau Wisata Kumala
Kalo Jakarta punya Dunia Fantasi, inilah andalan dari Provinsi Kaltim, Pulau Kumala, Dufan yang dibangun di daerah pesisir pantai, Pulau Kumala dibangun diatas pulau di tengah Sungai Mahakam atas prakarsa Bupati Syaukani (pak Kaning) Pulau seluas 76 ha itu dibangun dan diurug tak kurang dari sejuta setengah kubik pasir ditanam disana, hingga kini terlihat sebagai lokasi wisata modern bagi masyarakat.
Kapalku segera mendaratkan awaknya
Ada dua cara menuju Pulau Kumala ini, bisa dengan cara menyeberangi sungai Mahakam atau lebih menarik lagi melalui Sky Tower, dengan kendaraannya kereta gantung (cable car), diatas ketinggian 75 meter anda bisa melihat panorama kota dengan leluasa dari kaca kereta, Sky Tower sekaligus penghubung antara Tenggarong Seberang dengan Pulau Kumala.
Dayak Long House
Rumah Panjang, atau rumah komunal Suku Dayak biasa disebut dengan Lamin (Lou) di Kalteng dikenal dengan istilah Rumah Betang, Masyarakat Kutei umumnya mengenal sekaligus mempopulerkan nama rumah dayak dengan sebutan Lamin, sedangkan Orang Dayak Benuaq lebih senang dan bangga dengan sebutan Lou ketimbang Lamin. Tapi bukan hanya karena kisah seorang ibu-ibu muda yang mengundang tamu laki-laki paruh baya untuk bertandang ke rumahnya, Pak saya dan keluarga akan senang dan hormat jika bapak menyempatkan main ke Lamin saya malam ini......lho.... gawat, kalo sang bapak tamu tadi gak ngerti istilahnya, bisa salah tangkep maksud baiknya. hehehe, tapi yang jelas istilah Lou lebih berasal dari akar bahasa benuaq.
Iklim di Tenggarong termasuk cukup hangat bagi para pendatang, untuk beraktifitas ringan jalan kaki saja sudah cukup menguras keringat, tapi jangan kuatir mengelilingi pulau kumala sudah tersedia angkutan mobil gandeng yang selalu siap mengantar anda mengitari pulau ini, melihat-lihat fasilitas yang tersedia untuk wisata.
Lou, rumah adat dayak kaltim
Nampaknya tidak ada kegiatan sosial di tempat ini, apa karena saya datangnya bukan pas hari libur, di tanah seluas 76 ha ini nampaknya cuman kami dan beberapa orang saja pengunjungnya, saya berharap ada agenda menarik dari sekedar menikmati panorama dan bangunan rupanya tidak terfasilitasi, seandainya lokasi wisata ini tidak hanya mengandalkan kekuatannya dari bangunan dan fasilitas saja, pasti akan lebih semarak lagi. Kalau konsep wisata andalannya hanya fisik, kecenderungannya mereka hanya perlu datang sekali saja, dan akan kembali lagi hanya karena m
engantar tamu atau teman yang bertandang.
memang akan menjadi menarik jika ada aktifitas ibadah masyarakat
Hampir tiga jam kita berkeliling dan melihat-lihat Pulau, rasa-rasa kerongkongan udah mulai kering, keringat juga udah membasahi badan, sudah waktunya untuk undur diri, angkat sauh, dan kapal kitapun berlayar menuju daratan Indonesia.... udah lama yah rasanya kita meninggalkan negara Indonesia Raya tercinta...... kalo saja setiap kesan yang dibawa pengunjung seperti itu, pasti tidak lama lagi dia akan bawa orang sekampungnya untuk datang ke Tenggarong dengan bangga, anda akan diisi dan diservis luar dalam, lahir batin dengan program wisatanyaa...begitu kira-kira isi promosinya.
tabek
nginep di Guest House
conkie: pengen kenal lebih mendalam tentang tenggarong dan kutei kartanegara ing martadipura
Posting Komentar